Sejarah Pajak dulu dan sekarang
Secara
umum pemungutan pajak yang teratur dan permanen telah dikenakan pada
masa kolonial. Tetapi pada masa kerajaan dahulu juga telah ada pungutan
seperti pajak, pungutan seperti itu dipersembahkan kepada raja sebagai
wujud rasa hormat dan upeti kepada raja, yang disampaikan rakyat di
wilayah kerajaan maupun di wilayah jajahan, figur raja dalam hal ini
dapat dipandang sebagi manifestasi dari kekuasaan tunggal kerajaan
(negara).
Pada awal kemerdekaan pernah dikeluarkan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1950 yang menjadi dasar bagi pajak peredaran (barang), yang dalam tahun 1951 diganti dengan pajak penjualan(PPn) 1951 Pengenaan pajak secara sitematis dan permanen, dimulai dengan pengenaan pajak terhadap tanah, hal ini telah ada pada zaman kolonial. Pajak ini disebut “Landrent” (sewa tanah) oleh Gubernur Jenderal Raffles dari Inggris. Pada masa penjajahan Belanda disebut “Landrente”. Peraturan tentang Landrente dikeluarkan tahun 1907 yang kemudian diubah dan ditambah dengan Ordonansi Landrente. Pada tahun 1932, dikeluarkan Ordonansi Pajak Kekayaan (PKk) yang beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun1964.
Pada tahun 1960 dikeluarkan UU Nomor 5 Tahun 1960 yang mengemukakan bahwa hukum atas tanah berlaku atas semua tanah di Indonesia, ditegaskan lagi dengan Keputusan Presidium Kabinet Tanggal 10 Februari Tahun 1967 Nomor 87/Kep/U/4/1967. dengan pemberian otonomi dan desentralisasi kepada pemerintah Daerah, Pajak Hasil Bumi kemudian namanya diubah menjadi IPEDA (Iuran Pembangunan Daerah) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Iuran Negara No.PM.PPU 1-1-3 Tanggal 29 November 1965 yang berlaku mulai 1 November 1965.
DASAR HUKUM PAJAK
Dalam hal pemungutan pajak, Undang-Undang Dasar 1945 menentukan pada pasal 23 A yang ,menyebutkan bahwa:’pajak & pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.’ Ketentuan undang-undang dibidang pajak diantaranya:
1. Undang-Undang nomor 16 Tahun 2000 Tentang ketentuan umum & Tata cara perpajakan.
2. Undang –Undang nomor 17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan.
3. Undang-Undang nomor 18 Tahun 2000 Tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang & Jasa serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
4. Undang-Undang nomor 12 Tahun 2000 Tentang Pajak Bumi & Bangunan.
5. Undang-Undang nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai.
6. Undang-Undang nomor 17 Tahun 1997 Tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
7. Undang-Undang nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak Daerah & Retribusi Daerah.
8. Undang-Undang nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
9. Undang-Undang nomor 20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan Hak atas dan/ Bangunan.
PENGERTIAN HUKUM PAJAK
Hukum pajak atau juga disebut hukum fiskal, adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antar negara & orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (wajib pajak).
Sedangkan definisi pajak sendiri tidak mempunyai batasan diantaranya adalah:
• Pengertian pajak menurut Prof. Dr. P.J.A Adriani,”pajak adalah iuran kepada negara (yang dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-paraturan dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk,dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negarauntuk menyelenggerakan pemerintahan”.
• Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Pajak Dan Pajak Pendapatan “ Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang ( yang dapat dipaksakan) dengan mendapat jasa-jasa timbal (kontra-prestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Tetapi pengertian tersebut dikoreksi lagi dalam bukunya yang berjudul Pajak dan Pembangunan , Eresco, 1974, halaman 8 “Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat ke kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan ‘surplus’-nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment”.
Dari beberapa definis diatas & berdasarkan ciri-ciri dari pajak dapat ditarik kesimpulan bahwa pajak adalah iuran yang dipungut baik oleh pemerintah pusat maupun daerah berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan palaksanaannya kepada wajib pajak yang diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah baik yang bersifat pembiayaan (publik Investment )maupun mengatur untuk mencapai kesejahteraan umum.
PEMBAGIAN PAJAK
Secara umum pembagian pajak dibedakan berdasarkan sifat-sifat & ciri-ciri tertentu yang terdapat dalam masing-masing pajak.
Pembagian pajak berdasarkan sifat-sifat tertentu :
Pajak atas kekayaan & pendapatan
Pajak atas lalu lintas, yaitu lalu lintas hukum,kekayaan & barang
Pajak yang bersifat kebendaan
Pajak atas pemakaian
Pembagian pajak berdasarkan ciri-ciri tertentu:
Pajak subjektif & objektif
Pajak langsung & tidak langsung
Urunan & pajak umum
Pajak umum & pajak daerah
Pembagian Menurut Prof. Adriani
Prof. Adriani sangat mengutamakan pembagian pajak berdasarkan ciri-ciri yang mempunyai arti prinsip & menyimpulkan bahwa pembedaan antara pajak subjektif & pajak objektif sangat tepat. Sebaliknya ia tidak menyetujui pemakaian istilah seperti pajak pribadi & pajak kebendaan.
Pajak subjektif & pajak objektif, yang dimaksud pajak subjektif adalah pajak yang memperhatikan pertama-tama keadaan pribadi wajib pajak. Golongan pajak subjektif adalah pajak pendapatan atas penduduk indonesia & pajak kekayaan atas penduduk Indonesia, serta pajak yang dipungut dari badan-badan.
Pajak objektif pertama-tama melihat pada objeknya (benda,keadaan,perbuatan atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak) kemudian baru dicari subjeknya baik yang berkediaman di Indonesia maupun tidak. Golongan pajak objektif diantaranya:
a. Pajak yang dipungut karena keadaan diantaranya pajak kekayaan, pajak pendapatan, pajak karena menggunakan benda yang kena pajak.
b. Pajak yang dipungut karena perbuatan diantaranya pajak lalu lintas kekayaan, pajak lalu lintas hukum, pajak lalu lintas barang, serta pajak atas pamakaian.
c. Pajak yang dipungut karena peristiwa diantaranya bea pemindahan di Indonesia contohnya pemindahan harta warisan.
Pembagian pajak ke dalam pajak langsung & pajak tidak langsung
Pajak langsung & tidak langsung.pajak langsung ialah pajak yang dipungut secara periodik menurut kohir (daftar piutang pajak) yang sesungguhnya tidak lain dari tindasan-tindasandari surat-surat ketetapan pajak.
Sedangkan pajak tidak langsung adalah pajak yang dipungut kalau pada suatu saat terdapat suatu peristiwa atau perbuatan & pajak ini tidak ada kohirnya.
Pembagian Menurut Prof. Smeets
Prof. Smeets membedakan antara urunan dan pajak-pajak umum.
Urunan, mempunyai sifat yang sama dengan retribusi karena keduanya dapat dianggap sebagai pengganti kerugian untuk jasa-jasa yang diperoleh dari pemerintah.
Pajak umum. Pajak ini dibagi dalam 7 golongan yakni:
a. Pajak-pajak perorangan atas sisa-sisa yang di dalamnya termasuk pajak pendapatan atas penduduk.
b. Pajak-pajak kebendaaan atas sisa-sisa yang di dalamnya termasuk pajak pendapatan atas bukan penduduk, pajak perseroan, pajak upah, verponding bukan bangunan.
c. Pajak-pajak atas kekayaan.
d. Pajak-pajak atas tambahnya kekayaan.
e. Pajak langsung atas pemakaian seperti pajak rumah tangga, pajak anjing, bea lelang.
f. Pajak tidak langsung atas pemakaian bea masuk.
g. Pajak-pajak yang menaikkan ongkos-ongkos produksi.
ASAS-ASAS PEMUNGUTAN PAJAK
Umum
Hukum bertugas membuat adanya keadilan, sesuai dengan hukum itu tujuan hukum pajak pun adalah membuat adanya keadilan dalam pemungutan pajak. Dalam mencari keadilan tersebut salah satu cara yang harus ditempuh ialah mengusahakan agar supaya pemungutan pajak diselenggarakan secara umum & merata.
Pada abad ke-18, Adam Smith (1723-1790) dalam bukunya An Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations (Wealth of Nations) melancarkan ajarannya sebagai asas pemungutan pajak yang dinamainya the Four of Maxims:
• Equality, tidak ada diskriminasi terhadap wajib pajak.
• Certainty, pajak yang dibayar harus terang. Kepastian hukum yang dipentingkan adalah mengenai subje-objek, besarnya pajak, dan juga ketentuan mengenai waktu pembayaranya
• Convenience of Paymen, menetapkan pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi para wajib pajak.
• Efisiensi, pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat-hematnya.
Selain asas keadilan, Hofstra juga mengemukakan kesimpulan dari “The Four Maxims”, yaitu asas keadilan dalam maxim pertama, asas yuridis dalam maxim ke-2, asas ekonomis dan financial dalam maxim ke-3 dan ke-4.
Asas-asas Menurut Falsafah Hukum
Menurut falsafah hukum pajak harus mengabdi pada keadilan. Teori-teori yang digunakan diantaranya: Teori asuransi, teori kepentingan, teori gaya pikul, teori kewajiban pajak mutlak atau teori bakti, dan teori asas gaya beli.
Asas Yuridis
Hukum pajak harus dapat memberikan jaminan hukum yang perlu untuk menyatakan keadilan yang tegas, baik untuk negara maupun untuk warganya.
Asas Ekonomis
Politik pemingutan pajak jangan sampai menghambat keseimbangan & mengganggu kehidupan ekonomi.
Asas Finansial
Biaya-biaya untuk mengenakan & memungutnya harus sekecil-kecilnya apalagi dibandingkan dengan pendapatannya.
Asas Rechts Filosofis
Merupakan asas pembenaran pemungutan pajak oleh negara. Ada beberapa teori:
a.teori asuransi : pajak diumpamakan dengan premi asuransi.
b.teori kepentingan( aequivalentie) : negara telah melindungi kepentingan rakyat.
c.teori kewajiban pajak mutlak : pemerintah memberi kehidupan kepada rakyatnya, sehingga pemerintah boleh membebani rakyat dengan kewajiban-kewajiban.
d.teori daya beli : uang yang berasal dari rakyat(pajak) dikembalikan lagi kepada rakyat tetapi dengan saluran lain.
e.teori pancasila : berdasarkan asas gotong royog dan kekeluargaan, diamana pengorbanan anggota keluarga untuk kepentinagn keluarga tanpa imbalan.
Pada awal kemerdekaan pernah dikeluarkan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1950 yang menjadi dasar bagi pajak peredaran (barang), yang dalam tahun 1951 diganti dengan pajak penjualan(PPn) 1951 Pengenaan pajak secara sitematis dan permanen, dimulai dengan pengenaan pajak terhadap tanah, hal ini telah ada pada zaman kolonial. Pajak ini disebut “Landrent” (sewa tanah) oleh Gubernur Jenderal Raffles dari Inggris. Pada masa penjajahan Belanda disebut “Landrente”. Peraturan tentang Landrente dikeluarkan tahun 1907 yang kemudian diubah dan ditambah dengan Ordonansi Landrente. Pada tahun 1932, dikeluarkan Ordonansi Pajak Kekayaan (PKk) yang beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun1964.
Pada tahun 1960 dikeluarkan UU Nomor 5 Tahun 1960 yang mengemukakan bahwa hukum atas tanah berlaku atas semua tanah di Indonesia, ditegaskan lagi dengan Keputusan Presidium Kabinet Tanggal 10 Februari Tahun 1967 Nomor 87/Kep/U/4/1967. dengan pemberian otonomi dan desentralisasi kepada pemerintah Daerah, Pajak Hasil Bumi kemudian namanya diubah menjadi IPEDA (Iuran Pembangunan Daerah) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Iuran Negara No.PM.PPU 1-1-3 Tanggal 29 November 1965 yang berlaku mulai 1 November 1965.
DASAR HUKUM PAJAK
Dalam hal pemungutan pajak, Undang-Undang Dasar 1945 menentukan pada pasal 23 A yang ,menyebutkan bahwa:’pajak & pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.’ Ketentuan undang-undang dibidang pajak diantaranya:
1. Undang-Undang nomor 16 Tahun 2000 Tentang ketentuan umum & Tata cara perpajakan.
2. Undang –Undang nomor 17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan.
3. Undang-Undang nomor 18 Tahun 2000 Tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang & Jasa serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
4. Undang-Undang nomor 12 Tahun 2000 Tentang Pajak Bumi & Bangunan.
5. Undang-Undang nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai.
6. Undang-Undang nomor 17 Tahun 1997 Tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
7. Undang-Undang nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak Daerah & Retribusi Daerah.
8. Undang-Undang nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
9. Undang-Undang nomor 20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan Hak atas dan/ Bangunan.
PENGERTIAN HUKUM PAJAK
Hukum pajak atau juga disebut hukum fiskal, adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antar negara & orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (wajib pajak).
Sedangkan definisi pajak sendiri tidak mempunyai batasan diantaranya adalah:
• Pengertian pajak menurut Prof. Dr. P.J.A Adriani,”pajak adalah iuran kepada negara (yang dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-paraturan dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk,dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negarauntuk menyelenggerakan pemerintahan”.
• Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Pajak Dan Pajak Pendapatan “ Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang ( yang dapat dipaksakan) dengan mendapat jasa-jasa timbal (kontra-prestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Tetapi pengertian tersebut dikoreksi lagi dalam bukunya yang berjudul Pajak dan Pembangunan , Eresco, 1974, halaman 8 “Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat ke kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan ‘surplus’-nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment”.
Dari beberapa definis diatas & berdasarkan ciri-ciri dari pajak dapat ditarik kesimpulan bahwa pajak adalah iuran yang dipungut baik oleh pemerintah pusat maupun daerah berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan palaksanaannya kepada wajib pajak yang diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah baik yang bersifat pembiayaan (publik Investment )maupun mengatur untuk mencapai kesejahteraan umum.
PEMBAGIAN PAJAK
Secara umum pembagian pajak dibedakan berdasarkan sifat-sifat & ciri-ciri tertentu yang terdapat dalam masing-masing pajak.
Pembagian pajak berdasarkan sifat-sifat tertentu :
Pajak atas kekayaan & pendapatan
Pajak atas lalu lintas, yaitu lalu lintas hukum,kekayaan & barang
Pajak yang bersifat kebendaan
Pajak atas pemakaian
Pembagian pajak berdasarkan ciri-ciri tertentu:
Pajak subjektif & objektif
Pajak langsung & tidak langsung
Urunan & pajak umum
Pajak umum & pajak daerah
Pembagian Menurut Prof. Adriani
Prof. Adriani sangat mengutamakan pembagian pajak berdasarkan ciri-ciri yang mempunyai arti prinsip & menyimpulkan bahwa pembedaan antara pajak subjektif & pajak objektif sangat tepat. Sebaliknya ia tidak menyetujui pemakaian istilah seperti pajak pribadi & pajak kebendaan.
Pajak subjektif & pajak objektif, yang dimaksud pajak subjektif adalah pajak yang memperhatikan pertama-tama keadaan pribadi wajib pajak. Golongan pajak subjektif adalah pajak pendapatan atas penduduk indonesia & pajak kekayaan atas penduduk Indonesia, serta pajak yang dipungut dari badan-badan.
Pajak objektif pertama-tama melihat pada objeknya (benda,keadaan,perbuatan atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak) kemudian baru dicari subjeknya baik yang berkediaman di Indonesia maupun tidak. Golongan pajak objektif diantaranya:
a. Pajak yang dipungut karena keadaan diantaranya pajak kekayaan, pajak pendapatan, pajak karena menggunakan benda yang kena pajak.
b. Pajak yang dipungut karena perbuatan diantaranya pajak lalu lintas kekayaan, pajak lalu lintas hukum, pajak lalu lintas barang, serta pajak atas pamakaian.
c. Pajak yang dipungut karena peristiwa diantaranya bea pemindahan di Indonesia contohnya pemindahan harta warisan.
Pembagian pajak ke dalam pajak langsung & pajak tidak langsung
Pajak langsung & tidak langsung.pajak langsung ialah pajak yang dipungut secara periodik menurut kohir (daftar piutang pajak) yang sesungguhnya tidak lain dari tindasan-tindasandari surat-surat ketetapan pajak.
Sedangkan pajak tidak langsung adalah pajak yang dipungut kalau pada suatu saat terdapat suatu peristiwa atau perbuatan & pajak ini tidak ada kohirnya.
Pembagian Menurut Prof. Smeets
Prof. Smeets membedakan antara urunan dan pajak-pajak umum.
Urunan, mempunyai sifat yang sama dengan retribusi karena keduanya dapat dianggap sebagai pengganti kerugian untuk jasa-jasa yang diperoleh dari pemerintah.
Pajak umum. Pajak ini dibagi dalam 7 golongan yakni:
a. Pajak-pajak perorangan atas sisa-sisa yang di dalamnya termasuk pajak pendapatan atas penduduk.
b. Pajak-pajak kebendaaan atas sisa-sisa yang di dalamnya termasuk pajak pendapatan atas bukan penduduk, pajak perseroan, pajak upah, verponding bukan bangunan.
c. Pajak-pajak atas kekayaan.
d. Pajak-pajak atas tambahnya kekayaan.
e. Pajak langsung atas pemakaian seperti pajak rumah tangga, pajak anjing, bea lelang.
f. Pajak tidak langsung atas pemakaian bea masuk.
g. Pajak-pajak yang menaikkan ongkos-ongkos produksi.
ASAS-ASAS PEMUNGUTAN PAJAK
Umum
Hukum bertugas membuat adanya keadilan, sesuai dengan hukum itu tujuan hukum pajak pun adalah membuat adanya keadilan dalam pemungutan pajak. Dalam mencari keadilan tersebut salah satu cara yang harus ditempuh ialah mengusahakan agar supaya pemungutan pajak diselenggarakan secara umum & merata.
Pada abad ke-18, Adam Smith (1723-1790) dalam bukunya An Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations (Wealth of Nations) melancarkan ajarannya sebagai asas pemungutan pajak yang dinamainya the Four of Maxims:
• Equality, tidak ada diskriminasi terhadap wajib pajak.
• Certainty, pajak yang dibayar harus terang. Kepastian hukum yang dipentingkan adalah mengenai subje-objek, besarnya pajak, dan juga ketentuan mengenai waktu pembayaranya
• Convenience of Paymen, menetapkan pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi para wajib pajak.
• Efisiensi, pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat-hematnya.
Selain asas keadilan, Hofstra juga mengemukakan kesimpulan dari “The Four Maxims”, yaitu asas keadilan dalam maxim pertama, asas yuridis dalam maxim ke-2, asas ekonomis dan financial dalam maxim ke-3 dan ke-4.
Asas-asas Menurut Falsafah Hukum
Menurut falsafah hukum pajak harus mengabdi pada keadilan. Teori-teori yang digunakan diantaranya: Teori asuransi, teori kepentingan, teori gaya pikul, teori kewajiban pajak mutlak atau teori bakti, dan teori asas gaya beli.
Asas Yuridis
Hukum pajak harus dapat memberikan jaminan hukum yang perlu untuk menyatakan keadilan yang tegas, baik untuk negara maupun untuk warganya.
Asas Ekonomis
Politik pemingutan pajak jangan sampai menghambat keseimbangan & mengganggu kehidupan ekonomi.
Asas Finansial
Biaya-biaya untuk mengenakan & memungutnya harus sekecil-kecilnya apalagi dibandingkan dengan pendapatannya.
Asas Rechts Filosofis
Merupakan asas pembenaran pemungutan pajak oleh negara. Ada beberapa teori:
a.teori asuransi : pajak diumpamakan dengan premi asuransi.
b.teori kepentingan( aequivalentie) : negara telah melindungi kepentingan rakyat.
c.teori kewajiban pajak mutlak : pemerintah memberi kehidupan kepada rakyatnya, sehingga pemerintah boleh membebani rakyat dengan kewajiban-kewajiban.
d.teori daya beli : uang yang berasal dari rakyat(pajak) dikembalikan lagi kepada rakyat tetapi dengan saluran lain.
e.teori pancasila : berdasarkan asas gotong royog dan kekeluargaan, diamana pengorbanan anggota keluarga untuk kepentinagn keluarga tanpa imbalan.
cara-cara untuk mengurangi pajak secara legal
1. Manfaatkan penghasilan yang bukan obyek pajak dan dapatkan pengurangan lapisan tarif pajak PPh pasal 17.
Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (pasal 4 ayat 3), ada kategori penghasilan yang bukan obyek pajak yaitu penghasilan yang tidak dikenakan PPh (pajak penghasilan-pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, honorarium, upah, tunjangan, dan sebagainya). Hal ini bisa Anda lakukan jika Anda menerima pemberian misalnya hibah atau warisan dari orang tua dan Anda menjualnya kepada orang lain dan kemudian hasil penjualan tersebut Anda masukkan ke dalam deposito. Pada laporan SPT tahunan, Anda tidak akan dikenai pajak penghasilan.
Selain mendapatkan manfaat dari penghasilan yang bukan obyek pajak, Anda juga bisa mendapatkan keuntungan lain dari penggeseran penghasilan kena pajak menjadi penghasilan yang dikenakan tarif final. Hal ini diatur dalam pasal 4 ayat 1 dan 2 UU PPh. Contoh penghasilan dengan tarif final ini adalah saham, deposito, penghasilan bukan obyek pajak, dan sebagainya.
2. Manfaatkan fasilitas pembayaran sisa pajak terutang di akhir periode tanpa penalti.
Selain angsuran bulanan PPh Pasal 25 yang harus dibayar setiap tanggal 15, Anda bisa membayarkan sisa pajak kurang bayar hasil perhitungan final pada bulan Maret untuk perorangan atau April untuk badan usaha di tahun berikutnya. Anda tidak akan dikenakan sangsi atau penalti karena hal ini merupakan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah. Anda bisa menggunakan anggaran biaya pajak tersebut untuk keperluan lainnya. Hal ini tentu saja menguntungkan bagi wajib pajak untuk mengatur arus kasnya.
3. Pindahkan beban pajak ke pihak lain.
Pihak lain di sini khususnya adalah keluarga, misalnya anak Anda. Jika Anda sebagai wajib pajak sudah memenuhi ketentuan tarif pajak penghasilan tertinggi, misalnya tarif 30%, maka untuk mengurangi beban pajak, Anda bisa menghibahkan aset Anda kepada keluarga, misalnya anak. Seperti dijelaskan di atas, hibah termasuk penghasilan bukan obyek pajak sehingga tidak dikenai pajak. Kesimpulannya, anak Anda tidak akan dikenai pajak, sehingga beban pajak Anda akan berkurang, meskipun Anda tetap dikenai pajak penghasilan.
4. Manfaatkan pengurang pajak semaksimal mungkin.
Strategi ini bisa dilakukan dengan maksimal jika posisi wajib pajak adalah pengusaha, karena untuk wajib pajak perorangan, faktor pengurang pajak hanya berdasarkan ketentuan PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) dan biaya jabatan. Sedangkan bagi pengusaha, faktor pengurang pajak ini dapat berbentuk biaya operasional yang besarnya tergantung metode pencatatannya. Pengusaha (orang pribadi yang mempunyai usaha) sebaiknya mempunyai pencatatan pembukuan yang baik sehingga bisa mengikuti ketentuan pajak pasal 14 ayat 2 UU No. 36 Th 2008 tentang batas minimal omset satu tahun sebesar Rp4,8 miliar. Semakin besar angka pada catatan biaya operasional maka penghasilan bersih perusahaan akan semakin kecil, sehingga beban pajak terutang juga semakin kecil.
Pengusaha bisa menggunakan strategi pencatatan biaya ini semaksimal mungkin sesuai dengan anggaran yang telah dibuat. Bagi pengusaha yang tidak mempunyai catatan yang baik, maka akan dikenakan pajak berdasarkan Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) yang diatur berdasarkan berdasarkan Keputusan Dirjen Pajak Nomor: 536/PJ/2000 tgl 29 Desember 2000 yaitu sebesar 30% dari omset usaha. Hal ini tentu saja merugikan pengusaha karena mereka tidak akan dapat memanfaatkan faktor pengurang pajak seperti yang telah diuraikan di atas.
5. Manfaatkan pengecualian pajak untuk mengurangi beban pajak.
Jika dicermati, ada banyak celah dari UU Pajak Penghasilan yang bisa dimanfatkan wajib pajak untuk menghindari atau mengurangi beban pajak yang berlebih. Selain yang diatur dalam undang-undang, masih ada kebijakan lain dari pemerintah seperti penangguhan pembayaran pajak serta pemberian keringanan pembayaran pajak selama periode tertentu. Orang pribadi yang mempunyai usaha bisa saja membuat strategi mengurangi beban pajak dengan cara membentuk usaha bersama menggunakan sistem pembagian penghasilan kepada anggota untuk mengurangi beban pajak. Penghasilan masing-masing anggota usaha bersama ini tidak dikenai pajak (termasuk bukan penghasilan yang dikenai pajak) seperti yang diatur dalam pasal 4 ayat 3 huruf i UU No. 36 Tahun 2008.
Beban pajak merupakan salah satu biaya yang jumlah nominalnya cukup besar. Bagi Anda yang khususnya pengusaha, jika Anda paham ketentuan pajak, maka Anda akan bisa menyiasati beban pajak tersebut sehingga bisa mengambil keuntungan dari sana, dan ini hal ini sah saja menurut peraturan perundangan yang berlaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar