Kamis, 01 Januari 2015

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan


KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KARAKTERISTIK DAN PRINSIP SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK
Karateristik dan prinsip dari sistem pemungutan pajak adalah :
1. Pemungutan pajak merupakan perwujudan dan salah satu kewajiban kenegaraan dan pengabdian maupun peran serta warga negara dan anggota masyarakat atau wajib pajak untuk membiayai keperluan pemerintah dan Pembangunan Nasional.
2. Anggota masyarakat wajib diberi kepercayaan sepenuhnya untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang (self assesment).
3. Tanggung Jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak berada pada anggota masyarakat wajib pajak sendiri. Pemerintah dalam hal ini aparatur pajak (fiskus) sesuai dengan fungsi berkewajiban melakukan pembinaaan, pelayanan, dan pengawasan serta pemeriksaan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan wajib pajak berdasarkan ketentuan yang telah digariskan dalam peraturan perundang-undanganan perpajakan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam sistem pemungutan pajak, pihak fiskus memberikan kepercayaan yang lebih besar kepada anggota masyarakat wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakan.

PENGERTIAN PENGERTIAN
Beberapa pengertian Perpajakan pada UU No. 6 Tahun 1983 Sebagaimana Telah di ubah Dengan UU No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum  dan Tata Cara Perpajakan:
1.  Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
3.  Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan    bentuk usaha tetap.
4. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
5. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
6.  Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana          dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
7.  Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu   sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.
8.  Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak  menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
9.   Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.
10. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
11. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
12. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
13. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
14. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
15.Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
16. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
17.Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
18.Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
19.Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
20.Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
21.Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
22. Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
23.Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
24. Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
25.Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/         atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
25.Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
27.Pemeriksaan Bukti Permulaan adaiah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
28.Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
29.Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
30.Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai ke!engkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.
31.Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
32.Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
33.Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu da!am peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.
34.Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
35.Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
36.Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal-hal yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan.
37.Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan oteh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.
38.Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang          menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.
39.Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang menentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak.
40.Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung.
41.Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung.





             
TAHUN PAJAK
Pada umumnya tahun pajak = tahun takwin = tahun kalender.
Wajib Pajak dapat menggunakan tahun pajak tidak sama dengan tahun takwin dengan syarat harus konsisten selama 12 bulan dan perubahan tahun pajak harus persetujuan Direktorat Jenderal Pajak atas permohonan dari Wajib Pajak.
Untuk lebih jelas dibuat bagan berikut ini :
1.  Tahun Pajak  Sama Dengan Tahun Takwim

1 Januari 2012                                                            31 Desember 2012
Pembukuan dimulai dari 1 Januari 2012 sampai dengan 31 Desember 2012 disebut tahun pajak tahun 2012

2.  Tahun Pajak Tidak  Sama Dengan Tahun Takwim
 


a.
1 Juli 2012                                                                30 Juni 2013
Pembukuan dimulai 1 Juli 2012 sampai dengan 30 Juni 2013, karena 6 bulan pertama jatuh pada tahun 2012 maka disebut tahun pajak 2012
 


b.
1 April 2012                                                                    31 Maret 2013

Pembukuan dimulai 1 April 2012 sampai dengan 30 Maret 2013 disebut Tahun Pajak 2012. Sebab lebih enam (6) bulan jatuh pada tahun 2012
 


c.
1 Oktober 2012                                                            30 September 2013

Pembukuan dimulai 1 Oktober 2012 sampai dengan 30 September 2013 disebut tahun pajak 2013 sebab lebih enam (6) bulan jatuh tahun 2013
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP):
a. Semua Wajib Pajak berdasarkan sistem self asessment wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor pokok Wajib Pajak (NPWP).
b. Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah, karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.
c. Setiap Wajib Pajak hanya mempunyai satu NPWP untuk semua jenis Pajak.
d. Wajib Pajak yang tidak diwajibkan mendaftarkan diri bila memerlukan nomor pokok wajib pajak (NPWP), dapat mendaftarkan diri dan akan diberikan NPWP.
e. Wajib Pajak orang pribadi yang dalam satu tahun pajak memperoleh penghasilan melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), harus mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP selambat-lambatnya pada akhir tahun.
f. Wajib Pajak Badan harus mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP selambat-lambatnya satu bulan setelah saat usaha dimulai.
2. Melaporkan usaha untuk mendapatkan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) :
a. Setiap pengusaha yang dikenakan PPN berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan kepadanya diberikan NPPKP.
b. Pengusaha usahanya pribadi berkewajiban melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pengusaha (apabila pada tempat tinggal tersebut ada kegiatan usaha) dan tempat kegiatan usaha dilakukan. Sedangkan bagi pengusaha Badan, kewajiban melaporkan usahanya tersebut adalah pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan.
3. Kewajiban Pembukuan dan Pencatatan.
a. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan.
b. Wajib Pajak wajib melakukan pencatatan adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan penghitungan Penghasilan neto dan wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
c. Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
d. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban atau utang, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
e. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
f. Pecatatan terdiri dari data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran bruto dan atau penerimaan penghasilan sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang.
g. Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain wajib disimpan di Indonesia selama sepuluh tahun yaitu :
1)    Wajib Pajak orang pribadi, ditempat kegiatan atau tempat tinggal.
2)  Wajib Pajak Badan, ditempat kedudukan.
h. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas.
i. Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku, harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
j. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak dalam rangka Penanaman Modal Asing, Kontrak Karya, Kontrak Bagi Hasil, dan kegiatan usaha atau badan lain, setelah mendapat izin Menteri Keuangan dengan ketentuan bahwa Surat Pemberitahuan harus diisi dalam bahasa Indonesia dan mata uang Rupiah.
k. Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan dan melakukan pencatatan adalah Wajib Pajak orang pribadi yang tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
4. Kewajiban Penyampaian Surat Pemberitahuan.
a. untuk Surat Pemberitahuan Masa, selambat-lambatnya dua puluh hari setelah akhir Masa Pajak, apabila Surat Pemberitahuan Masa tidak disampaikan atau sampaikan tidak sesuai batas waktu, maka dikenakan sanksi adminitrasi berupa denda sebesar Rp 25.000.
Jenis Pajak Yang Menyampaikan Batas Waktu Penyampaian
- PPh Pasal 21 Pemotong PPh Psl 21 Paling lambat tanggal 20 setelah akhir masa pajak.
-  PPh Pasal 22 Bea Cukai Paling lambat 7 hari setelah penyetoran.
- PPh Pasal 22 Bendaharawan Paling lambat tanggal 14 setelah akhir masa pajak.
- PPh Pasal 23/26 Pemotong PPh psl 23/26 Paling lambat tanggal 20 setelah akhir masa pajak.
- PPN dan PPn BM Pengusaha Kena Pajak Paling lambat tanggal 20 setelah akhir masa pajak.
- PPN dan PPn BM Bea Cukai Paling lambat 7 hari setelah penyetoran.
b. untuk Surat Pemberitahuan Tahunan, selambat-lambatnya tiga bulan setelah akhir Tahun Pajak, apabila Surat Pemberitahuan Tahunan tidak disampaikan atau sampaikan tidak sesuai batas waktu, maka dikenakan sanksi adminitrasi berupa denda sebesar Rp 50.000.
5. Kewajiban Pembayaran Pajak (Penyetoran Pajak).
a. Sarana untuk membayar pajak adalah Surat Setoran Pajak (SSP).
b. Tempat pembayarannya : Kantor Pos dan Giro serta Bank-bank yang ditunjuk oleh Dirjen Anggaran ( Bank Persepsi).
Jangka waktu pembayaran :
1). Untuk PPh pasal 21 harus disetorkan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
2). Untuk PPh pasal 22 harus disetorkan paling lambat tanggal 7 bulan berikutnya (bukan bea cukai).
3). Untuk PPh pasal 22 impor yang dipungut Bea Cukai harus disetor dalam jangka waktu 1 hari setelah pemungutan.
4). Untuk PPh pasal 23/26 harus disetor paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya, setelah bulan saat terutang pajak.
5). Untuk PPh pasal 25 harus disetor paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.
6. Kewajiban Wajib Pajak pada waktu pemeriksaan.
Dirjen Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
Wajib pajak yang diperiksa diwajibkan :
a. memperlihatkan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha pekerjaan bebas wajib pajak atau obyek yang terutang pajak.
b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu
c. Memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan
d. Memberi keterangan yang diperlukan.
Dirjen Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau ruangan tertentu, bila Wajib Pajak (WP) tidak memenuhi kewajiban sebagaimana di atas.
7. Kewajiban menunjukkan Surat Kuasa
Dalam menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan, Wajib Pajak di wakili dalam hal :
a.  Badan oleh pengurus.
b.    Badan dalam pembubaran atau pailit oleh orang atau dibebani untuk melakukan pemberesan
c.    Suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksanaan wasiatnya atau yang mengurusnya harta peninggalannya.
1) Anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan oleh wali pengampunya.
2)    Bagi Wajib Pajak tersebut perlu ditentukan siapa yang menjadi wakil atau kuasanya, karena mereka tidak dapat atau tidak mungkin melakukan sendiri tindakan hukum tersebut.
Wakil sebgaimana tersebut di atas bertanggungjawab secara pribadi dan atau secara renteng atas pembayaran pajak yang terutang, kecuali apabila dapat membuktikan dan meyakinkan Dirjen Pajak, bahwa mereka dalam kedudukannya benar-benar tidak mungkin untuk dibebani tanggung jawab atas pajak terutang tersebut.

HAK-HAK WAJIB PAJAK
1. Hak mengajukan Keberatan
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Dirjen Pajak atas suatu :
a.    surat ketetapan pajak kurang bayar.
b.    surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan.
c.    surat ketetapan pajak lebih bayar.
d.    surat ketetapan pajak nihil
e.    Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Hak mengajukan Banding
Wajib pajak dapat mengajukan banding hanya kepada Badan Peradilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleg Direktur Jenderal Pajak. Sebelumnya Peradilan Pajak terbentuk, permohonan banding diajukan kepada Majelis Pertimbangan Pajak (MPP) yang putusannya bukan merupakan Keputusan Tata Usaha Negara.
3.         Hak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi). Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) kepada Direktur Jenderal Pajak.
4. Hak penundaan pemasukan SPT Tahunan.
Wajib pajak dapat mengajukan permohonan agar memperoleh perpanjangan waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan) pajak penghasilan. Penundaan pemasukan SPT Tahunan ini dilakukan oleh Wajib Pajak baik orang pribadi maupun badan apabila tidak dapat menyiapkan laporan keuangan atau neraca perusahaan beserta daftar rugi laba dalam jangka waktu yang ditentukan karena luasnya kegiatan usaha dan masalah-masalah teknis penyusunan neraca dalam laporan keuangan.
5. Hak pembetulan Surat Pemberitahuan.
Wajib pajak dapat membetulkan surat pemberitahuan atas kemauan sendiri dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu dua tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan
6. Hak mengangsur atau menunda pembayaran pajak
7. Hak mengajukan permohonan penghapusan sanksi adminitrasi.
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan penghapusan atau pengurangan sanksi adminitrasi berupa bunga, denda dan kenaikan yang ternyata dikenakan karena adanya kekhilafan dan bukan karena kesalahan Wajib Pajak, kepada Dirjen Pajak.


NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP)
Syarat-syarat untuk Memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Syarat-syarat yang harus dilengkapi untuk memohon NPWP adalah sebagai berikut:
1. Untuk Wajib Pajak Perseorangan Non Usahawan :
 Fotokopi KTP atau SIM atau Kartu Keluarga atau Paspor.
2. Untuk Wajib Pajak Perseorangan Usahawan :
a. Fotokopi KTP atau SIM atau Kartu Keluarga atau Paspor.
b. Fotokopi Surat Izin Usaha atau Keterangan Tempat Usaha.
3. Untuk Wajib Pajak Badan :
a. Fotokopi Akta Pendirian.
b. Fotokopi Surat Izin Usaha atau Surat Keterangan Tempat Usaha dari instansi yang berwenang.
c. Fotokopi KTP salah seorang pengurus.
4. Untuk Wajib Pajak sebagai Pemungut (WP Non-Subjek) :
a. Fotokopi Surat Penunjukan sebagai Bendaharawan
b. Fotokopi Tanda Bukti Diri Bendaharawan
Catatan :
Bila pemohon NPWP mempunyai status cabang, maka perlu dilampirkan fotokopi Kartu NPWP dari Kantor Pusatnya; dan Bila permohonan ditandatangani oleh orang lain, perlu dilengkapi dengan Surat Kuasa.

Tempat Pendaftaran untuk Memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak.
Untuk meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, ada 2 (dua) tempat pelayanan pemberian NPWP, yaitu : Kantor Pelayanan Pajak dan Kantor Penyuluhan Pajak. Ada beberapa macam Kantor Pelayanan Pajak sebagai tempat pendaftaran untuk memperoleh NPWP, yang disesuaikan dengan kondisi jenis Wajib Pajaknya, agar Wajib Pajak tidak salah alamat dalam berurusan dengan masalah kewajiban perpajakannya. Kantor-kantor Pelayanan Pajak dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA) adalah tempat pendaftaran bagi seluruh Wajib Pajak Penanaman Modal Asing (WP PMA) yang tidak Go Public. WP PMA di sini berarti WP yang permodalannya tunduk pada ketentuan UU No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.
2. Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa (KPP PMB) adalah tempat pendaftaran bagi seluruh Wajib Pajak yang telah mendapat ijin emisi saham dari Badan Pengawas Pasar Modal kecuali Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah.
3. Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Negara dan Daerah (KPP PND) adalah tempat pendaftaran bagi seluruh Badan Usaha Milik daerah yang berkedudukan di wilayah daerah Khusus Ibukota Jakarta dan seluruh wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara.
4. Kantor Pelayanan Pajak Badan dan orang Asing (KPP Badora) adalah tempat pendaftaran bagi seluruh Wajib Pajak Badan dan Orang Asing. Wajib Pajak badan di sini berarti Bentuk Usaha Tetap (BUT).
5. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di luar yang telah disebutkan di atas (dahulu biasa disebut dengan istilah KPP Paripurna) adalah tempat pendaftaran bagi seluruh Wajib Pajak selain yang disebutkan di atas, dan Wajib Pajak BUMD yang berkedudukan di luar Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Wajib Pajak BUMN, BUMD, PMA, Badora, Perusahaan Masuk Bursa, yang terbatas pada Pajak Penghasilan Pemotongan, Pemungutan, PPN dan PPnBM.
             
Fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak :
1.  Untuk mengetahui identitas Wajib Pajak.
2. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan adminitrasi perpajakan.
3. Untuk keperluan yang berhubungan dengan dokumen perpajakan , karena yang berhubungan dengan dokumen perpajakan diharuskan mencantumkan NPWP.
4. Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi-instansi tertentu yang mewajibkan mencantumkan NPWP dalam dokumen-dokumen yang diajukan, seperti dokumen impor(PIUD), dokumen ekspor(PEB).
5. Untuk keperluan pelaporan Surat Pemberitahuan(SPT) masa atau tahunan.

Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak
Yang dimaksud dengan penghapusan NPWP adalah suatu tindakan menghapuskan NPWP dari tata usaha Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Pada dasarnya NPWP berlaku sekali untuk seumur hidup. Namun demikian NPWP dapat saja dihapuskan dari tata usaha kantor pajak apabila telah memenuhi ketentuan, yaitu dalam hal-hal sebagai berikut (Pasal 11 Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.27/PJ/1995) :
1. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan. Dengan syarat adanya pemberitahuan tertulis dari ahli waris atau pihak lain, dan dilampiri dengan fotokopi akta atau fotokopi laporan kematian atau Surat Keterangan Kematian dari instansi yang berwewenang.
2. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan. Syaratnya adalah adanya fotokopi Surat Nikah atau Akta Perkawinan dari Catatan Sipil.
3. Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak sudah selesai dibagi. Dengan syaarat adanya Surat Pernyataan tentang selesainya warisan dibagi dari ahli waris.
4. Wajib Pajak Badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan syarat adanya Akta Pembubaran dan Neraca Likudasi.
5. Bagi BUT (Bentuk Usaha Tetap) yang karena suatu hal kehilangan statusnya sebagai Bentuk Usaha tetap. Dengan syarat adanya surat atau dokumen lain yang mendukung bahwa BUT tersebut tidak memenuhi syarat lagi untuk digolongkan sebagai Wajib Pajak.
6. Wajib Pajak orang pribadi lainnya selain yang dimaksudkan pada huruf a yang tidak memenuhi syarat lagi untuk dapat digolongkan sebagai wajib pajak.

SANKSI PERPAJAKAN

Pengenaan sanksi berupa bunga dan kenaikan menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan akan dituruti/ditaati/ dipatuhi atau dengan kata lain sanksi perpajakan alat pencegah (preventif) agar Wajib Pajak tidak melanggar perundang-undangan perpajakan.
Dalam UU Perpajakan dikenal dua (2) macam sanksi.
1. Sanksi Adminitrasi
Merupakan pembayaran kerugian kepada negara, khususnya berupa :
- Bunga.
- Kenaikan.
- Denda.
2. Sanksi Pidana
Merupakan siksaan atau penderitaan, suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar peraturan perundang-undangan perpajakan dipatuhi.
Menurut ketentuan dalam undang-undang perpajakan ada 3 macam sanksi pidana :
- Pidana Kurungan.
Pidana kurungan hanya diancam kepada pidana yang bersifat pelanggaran ditambah pidana denda.
- Pidana Penjara.
Pidana penjara diancam terhadap kejahatan dibidang perpajakan ditambah denda pidana.
- Denda Pidana.
Dikenakan kepada Wajib Pajak yang melanggar ketentuan peraturan perpajakan.
Secara lebih ringkas dan rinci sanksi perpajakan dijelaskan sebagai berikut:
1. Pasal 7.
(1)    Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya, dan sebesar Rp1.000.000,00 (satu Juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan serta sebesar Rp100.000.00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi.
(2)  Pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan terhadap:
a.   Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia;
b.  Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
c.  Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia;
d.   Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
e. Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang beriaku; 
f.    Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
g.  Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan; atau 
h.  Wajib Pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 
 
2. Pasal 8 (2)
Dalam hal Wajib Pajak membetuikan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan yang 
mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir sampai dengan tanggal              pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) buian

3. Pasal 8 (3).
Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, terhadap ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan, apabila Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar. 

4. Pasal 8 (5)
Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi oleh Wajib Pajak sebelum laporan tersendiri dimaksud disampaikan.- Sekalipun jangka waktu pembetulan sebagaimana dimaksud pasal 8 ayat 1 telah berakhir. 

5. Pasal 13  (1)
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut: 
a. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
b. apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
c.   apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak 
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen);
d.  apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang; atau
e.   apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a).

6. Pasal 13 ( 2 )
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKB pada pasal 13 ayat 1 ditambah dengan sanksi adminitrasi berupa bunga 2% sebulan maksimun 24 bulan. Dihitung sejak terutang pajak atau berakhir Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB.

7. Pasal 13 (3)
Jumlah pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 
a.   50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak;
b.   100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor; atau
c.   100% (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar.

8. Pasal 13 (5 )
Walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, apabila Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

9. Pasal 13 A
Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumtah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.

10. Pasal 14 (3)
Jumlah kekurangan pajak sebagaimana dimaksud pada pasal 14 aayat 1 huruf a dan b ditambah dengan sanksi adminitrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen sebulan (maks.24 bulan) Dihitung sejak saat terutang pajak atau bagian tahun pajak dan tahun pajak sampai dengan diterbitkannya STP.


11. Pasal 14 (4)
Terhadap pengusaha atau PKP sebagaimana di maksud pasal 14 ayat 1 huruf d dan e Dikenakan (masing-masing) sanksi adminitrasi berupa denda sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak.

12. Pasal 15 ayat 2
Jumlah kekurangan pajak terutang dalam SKPKBT ditambah sanksi adminitrasi berupa kenaikkan 100% dari jumlah kekurangan pajak.

13.Pasal 15 (4)
Apabila jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, dalam hal Wajib Pajak setelah Jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan         pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 

14.Pasal 17 B (3)
Apabila Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar terlambat diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepada Wajib Pajak diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dihitung sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan saat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.

15 Pasal 19 (1)
Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

16. Pasal 19 (2)
Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak juga dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah       pajak yang masih harus dibayar dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

17. Pasal 19 (3)
Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan menunda penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan                dan ternyata penghitungan sementara pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang atas kekurangan pembayaran pajak tersebut, dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b dan huruf c sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

18. Pasal 27 A
Apabila pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau seluruhnya, selama pajak yang masih harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar yang telah dibayar menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, kelebihan pembayaran dimaksud dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.  untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembaii; atau
b.  untuk Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dihitung              sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembaii.

19.Pasal 38
Setiap orang yang karena kealpaannya :
a.   tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
b.  menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap , atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga)bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.

20.Pasal 39 (1)
Setiap orang yang dengan sengaja :
a.  tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b.  menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan pengusaha Kena Pajak;
c.   tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
d.  menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap;
e.  menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;
f.   memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen  lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;
g.  tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperhatikan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain;
h. tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11);atau
i.  tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

21.Pasal 39 (2)
Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana dibidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
       
20.Pasal 39 (3)
Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua)   kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.

21. Pasal 39 A
Setiap orang yang dengan sengaja :
a.  menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya;atau
b.  menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.
 

22.Pasal 41 (1)
Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.25.000.000.00 ( dua puluh lima juta rupiah).

23.Pasal 41 (2)
Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
       
24.Pasal 41A
Setiap orang yang wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
 
25.Pasal 41 B
Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).

26, Pasal 41 C
(1)  Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam                Pasal 35A ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
(3) Setiap orang yang dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang diminta oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
(4) Setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan data dan informasi perpajakan sehingga menimbulkan kerugian kepada negara dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
 
27. Pasal 43 (1)
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 39A, berlaku juga bagi wakil, kuasa, pegawai dari Wajib Pajak, atau pihak lain yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan 

26. Pasal 43(2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41A dan Pasal 41B belaku juga bagi yang menyuruh melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana        di bidang perpajakan.

 SURAT PEMBERITAHUAN (SPT)

SPT adalah surat yang oleh wajib pajak (WP ) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan.
Terdapat dua macam SPT :
a. SPT Masa yaitu yang oleh WP digunakan untuk memberitahukan pajak terutang dalam suatu masa pajak atau pada suatu saat.
SPT Masa PPh meliputi pembayaran pajak :
- PPh Pasal 21.
- PPh Pasal 22.
- PPh Pasal 23.
- PPh Pasal 25.
- PPh Pasal 26.
SPT Masa PPN :
- SPT Masa PPN.
- SPT Masa PPN PE.
b. SPT Tahunan yaitu surat yang oleh WP digunakan untuk memberitahukan pajak yang terutang dalam suatu Tahun Pajak.
SPT Tahunan terdiri dari :
- SPT PPh Pasal 21.
- SPT Orang Pribadi.
- SPT Badan.
SPT Tahunan harus memuat jumlah peredaran usaha, penghasilan bruto, jumlah penghasilan neto, jumlah penghasilan kena pajak, jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang dibayar dalam tahun berjalan (kredit pajak) dan jumlah kekurangan atau kelebihan pajak.
SPT Tahunan harus disampaikan ke kantor pelayanan pajak, paling lambat tiga bulan setelah akhir tahun pajak.

 

 Fungsi SPT.

Sebagai sarana WP untuk
- melaporkan.
- mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang.
- laporan tentang pemenuhan pembayaran pajak yang telah dilaksanakan sendiri dalam Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak.
- Laporan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan/pemungutan pajak orang atau badan lain dalam satu Masa Pajak.

 

 Prosedur yang menyangkut SPT.

Prosedur yang menyangkut SPT yang harus diperhatikan oleh Wajib Pajak adalah sbb:

1. Setiap Wajib Pajak harus mengambil sendiri SPT ke Kantor Pelayanan Pajak atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.

2. Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPT dengan benar, jelas lengkap, menandatangani dan menyampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
3. Wajib Pajak Badan Surat Pemberitahuan harus ditandatangani oleh pengurus atau Direksi.
4. Jika SPT yang mengisi dan menandatangani orang lain bukan wajib pajak, harus melampirkan surat kuasa khusus.
5. Surat Pemberitahuan wajib dilengkapi dengan lampiran yang ditentukan menurut perundang-undangan perpajakan yang berlaku, termasuk neraca dan perhitungan rugi-laba (bagi Wajib Pajak yang wajib melakukan pembukuan).
6. Setelah SPT diatas telah diisi lengkap beserta lampiran-lampirannya, diserahkan kembali ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan dengan tanda bukti penerimaan, jika SPT disampai tidak lengkap, dianggap SPT tidak disampaikan.
7. Jika dikirim melalui pos, harus tercatat dan bukti tercatat adalah penerimaan.
                
 Cara Pengisian SPT Tahunan
1.Setiap Wajib Pajak terlebih dahulu membaca buku petunjuk pengisian SPT Tahunan dengan cermat.
2.Setelah membaca, lampiran SPT diisi terlebih dahulu sebelum mengisi Induk SPT.
3.Jika diperlukan dapat membuat lampiran-lampiran tambahan disamping lampiran yang sudah ditentukan.
4.Induk SPT beserta lampirannya diisi rangkap dua :
- satu lembar untuk Kantor Pelayanan Pajak.
- satu lembar untuk arsip Wajib Pajak
- Angka-angka rupiah SPT tahunan berikut lampiran-lampiran dinyatakan dalam rupiah penuh

 

 Tempat Pengambilan SPT.

Setiap WP pada dasarnya harus mengambil sendiri SPT dikantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak. Namun dalam rangka pelayanan, untuk SPT Tahunan masih dikirim kepada WP.

 

 Yang Wajib Mengisi SPT.

SPT harus diisi secara benar, jelas, lengkap dan harus ditandatangani. Dalam SPT diisi dan ditandatangani oleh orang lain bukan WP, harus dilampiri surat kuasa khusus.
Yang dimaksud dengan mengisi Surat Pemberitahuan adalah mengisi formulir Surat Pemberitahuan dengan benar, jelas, dan lengkap sesuai dengan petunjuk yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Pengisian Surat Pemberitahuan yang tidak benar yang mengakibatkan pajak yang terutang kurang dibayar, akan dikenakan sanksi perpajakan.
Yang wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan sebagai berikut :
1. Setiap orang pribadi yang menerima penghasilan yang jumlahnya melebihi batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
2. Setiap badan yang didirikan di Indonesia (berkedudukan) yang terdiri dari Perseroan Terbatas,CV, Persekutuan, Koperasi, Yayasan, BUMN dan BUT.
Yang dikecualikan dari kewajiban penyampaian SPT :
1. Wajib Pajak orang pribadi yang semata-mata hanya memperoleh/menerima penghasilan dari satu pemberi kerja yang telah dipotong PPH pasal 21.
2. Wajib Pajak orang pribadi penghasilan neto dalam satu tahun tidak melebihi PTKP.

 Pelunasan Setoran Akhir ( PPh Pasal 29 ).
Kekurangan pajak terutang harus dilunasi selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ke-tiga setelah tahun pajak berakhir, sebelum SPT Tahunan disampaikan.

 Penyampaian SPT.

a. SPT disampaikan secara langsung atau melalui pos secara tercatat ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) / Kantor Penyuluhan Pajak (Kapenp)a setempat.

b. Batas waktu Penyampaian :
- Untuk SPT Masa, selambat-lambatnya dua puluh hari setelah akhir Masa Pajak
- Untuk SPT Tahunan, selambat-lambatnya tiga bulan setelah akhir Tahun Pajak
c. SPT yang disampaikan langsung ke KPP/Kapenpa diberikan bukti penerimaan. Dalam hal SPT disampaikan melalui pos secara tercatat, bukti serta tanggal pengiriman dianggap sebagai bukti penerimaan.























SOAL-SOAL LATIHAN

1.    Sebutkan macam hukum pajak
2.    Sebutkan pengertian hukum pajak internasional
3.    Sebutkan pengertian pajak menurut Prof. Dr. Roochmat Soemitro, SH serta jelaskan unsure-unsur yang terkandung di dalamnya.
4.    Sebutkan dan jelaskan fungsi pajak
5.    Dalam mengurangi tindak kejahatan di masyarakat Pemerintah mengeluarkan kebijakan menaikan pajak minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras. Fungsi pajak apa yang dilakukan Pemerintah mengeluarkan kebijakan tersebut? Sebutkan dan jelaskan.
6.    Salah satu syarat pemungutan pajak adalah harus adil (syarat keadilan) coba anda terangkan apa yang dimaksud dengan syarat keadilan.
7.    Apa yang dimaksud perlawanan pasif terhadap pajak
8.    Sebutkan dan jelaskan pengelompokan pajak menurut golongannya
9.    Sebutkan dan jelaskan system pemungutan pajak yang ada di Indonesia.
10. Sebutkan prinsip-prinsip dasar perpajakan nasional reformasi pajak pertama tahun 1983
11. Sebutkan jenis-jenis sistem pemungutan pajak
12. Sebutkan macam-macam tarif pajak
13. Sebutkan jenis-jenis sanksi pajak
14. Sebutkan karakteristik dan prinsip sistem pemungutan pajak
15. Sebutkan pengertian wajib pajak
16. Sebutkan pengertian tahun pajak
17. Apa singkatan dari : NPWP,SPT, SSP,STP,SKPKB,SKPLB,SKPN
18. Sebutkan batas waktu penyampaian SPT-Tahunan Pajak Penghasilan dan siapa yang menyampaikan SPT.
19. Pengenaan pajak di Indonesia dapat dikelompokan menjadi 2 bagian yaitu pajak Negara dan pajak Daerah. Sebutkan pajak Negara yang masih berlaku saat ini.

20.  Tuan Mahmud menikah memiliki anak 3 berapa Penghasilan Tidak Kena Pajaknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar